Diskusi Virtual di Ruang Kolaborasi
Due date
Due date terkadang menjadi momok yang amat menakutkan. Bukan karena konsekuensinya, namun karena ingin memaksimalkan pelaksanaan tugas. Harapan tidak akan menyesal suatu hari nanti. Ia bahkan tertanam dalam pikiran dan dibawa ke mana saja kaki melangkah. Apakah yang seperti ini berdampak pada kinerja seseorang? Jawaban yang sesungguhnya tentu ada dibenak masing-masing individu. Semua orang mungkin saja memiliki jawaban yang beragam. Karena kondisinya berbeda antar orang satu dengan orang yang lain.
Coba bayangkan, demi menyelesaikan tugas sebelum due date, seseorang rela tidak tidur semalaman. Boleh jadi seseorang akan mengalami masalah kesehatan akibat hal itu. Namun tentunya semua orang memiliki alasan yang bisa dipertanggungjawabkan atas keputusannya. Mungkin seseorang sudah mengantisipasi akan munculnya hal-hal yang kurang menyenangkan, dengan menyiapkan langkah strategis untuk mengatasinya. Tentunya kembali lagi kepada diri pribadi.
Satu hal yang perlu diperhatikan bagi orang yang mungkin memilih kesibukan tinggi atau memiliki tugas yang padat, semestinya memperhatikan dan memahami kondisi tubuh. Siapa yang lebih memahami kondisi, jika bukan diri sendiri. Manajemen waktu atau manajemen diri menjadi amat penting. Jika tidak maka resiko siap menghadang.
Setengah orang menganggap bahwa momentum sangat berharga dan akan diperjuangkannya sekuat tenaga. Due date merupakan bagian dari momentum. Untuk itu ia mengatur waktu tidur, waktu makan, porsi makan, kadar gizi, maupun tempat tidur dan suasana lingkungan ketika ia tidur. Tidur berkualitas tentunya akan memperkuat pertahanan tubuh. Sebaliknya kurang tidur dapat berpengaruh pada situasi terpapar resiko gangguan kesehatan. Tidaklah harus tidur dalam waktu yang lama untuk mendapatkan kenyamanan. Namun kualitas tidur yang lebih diharapkan. Begitu pula dengan makanan. Kita semua paham bahwa energi yang kita butuhkan setiap hari pada umumnya berasal dari makanan yang kita makan. Baik buruknya kualitas makanan berpengaruh pada kesehatan dan daya tahan tubuh.
Loka 2 Budaya Positif
Mulai Dari Diri
Diskusi
Aksi Nyata Budaya Positif
Aksi Nyata merupakan salah satu istilah yang digunakan dalam menerapkan materi yang dipelajari dari modul ajar melalui Learning Management System (LMS) pada pendidikan calon guru penggerak. Setelah mempelajari materi pada modul peserta melaksanakan aksi menerapkannya di lingkungan tempat bekerja. Aksi Nyata direkam dan diunggah ke LMS untuk diperiksa oleh Fasilitator.
Modul 1.4 membahas materi Budaya Positif di sekolah. Peserta CGP diharapkan setelah mempelajari materi budaya positif dapat mengimplementasikannya di sekolah. Beberapa materi disajikan dalam modul ini. Diantaranya perubahan paradigma pendidikan, teori kontrol, kebutuhan dasar manusia, motivasi perilaku, keyakinan kelas, serta segitiga restitusi.
Disini peserta belajar tentang perubahan paradigma belajar berdasarkan teori kontrol, motivasi belajar yang perlu dibangun/ditumbuhkan dalam diri murid, memahami kebutuhan dasar setiap murid, serta langkah menerapkan konsep segitiga restitusi di sekolah. Setiap perilaku memiliki tujuan, guru hendaknya memahami tujuan murid dalam melakukan sesuatu. Dengan memahami tujuan, guru dapat mengarahkan murid untuk memilih langkah terbaiknya dalam mewujudkan cita-cita atau keinginan. Murid diajak menganalisis tindakan yang sudah dilakukanya, kemudian menentukan langkah terbaik bagi dirinya dalam mencapai tujuan belajarnya. Demikianlah kira-kira apa yang dipelajari terkait konsep restitusi.
Setiap murid ada dalam kondisi yang berbeda dengan murid yang lain. Dengan bimbingan guru dalam menerapkan segitiga restitusi, murid memilih dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan setelah menganalisis tindakan sebelumnya. Tindakan yang akan dilakukan adalah yang sesuai dengan kondisi murid dan paling mudah dilakukan. Dengan melakukan cara yang paling mudah niscaya murid akan merasa senang dan tidak merasa terbebani dalam mencapai tujuan.
Setelah melaksanakan aksi menerapkan segitiga restitusi dengan murid, CGP melakukan pemaparan kepada rekan-rekan guru yang ada di sekitarnya. Target guru yang menjadi sasaran pemaparan/pengimbasan minimal sepuluh orang dengan durasi pemaparan minimal enam puluh menit. Pada pemaparan terhadap rekan-rekan guru, CGP menyampaikan garis besar materi yang ada dalam modul Budaya Positif yang meliputi, perubahan paradigma belajar, kebutuhan dasar manusia, motivasi perilaku manusia, teori kontrol serta segitiga restitusi. Disamping memaparkan materi budaya positif, CGP juga membagikan aksi nyata yang sudah dilakukan di sekolah kepada peserta pengimbasan. Kegiatan ini memberikan gambaran yang lebih kongkrit mengenai implementasi materi yang didapat telah dalam pengimbasan.
Seperti kegiatan yang dilakukan di sekolah terhadap murid, kegiatan pemaparan kepada rekan guru juga direkam dan diunggah ke LMS.
Keberpihakan kepada siapa
Guru adalah orang tua, orang tua adalah guru. Keduanya sama-sama penting bagi kehidupan seorang anak. Baik kini maupun masa yang akan datang. Mengapa menjadi penting? Semua tentu sudah tahu bahwa baik guru maupun orang tua berpikir dan berusaha untuk kebaikan anak. Baik anak kandung maupun anak murid.
Guru merupakan orang tua bagi murid ketika berada di sekolah, sedangkan orang tua adalah guru bagi anak-anak ketika ia berada di rumah. Bahkan orang tua telah menjadi guru yang pertama bagi anaknya sejak ia masih kecil atau ketika baru lahir. Orang tua yang mengajarkan anak-anak berbicara, bergerak serta berpikir. Cara orang tua berbicara dengan orang lain maupun berbicara dengan diri sendiri berpengaruh terhadap gaya bicara anak-anak sebelum ia belajar dengan guru yang lain. Begitu pula dengan cara orang tua bersikap dan berperilaku, serta sopan santun dalam bergaul membawa dampak yang mendalam pada perangai anak.
Guru di sekolah memainkan peran sebagai orang tua. Sebagai orang tua tentunya apapun yang yang ia lakukan memiliki tujuan semata-mata hanya untuk kebaikan anak-anak. Harapannya anak -anak menjadi pribadi yang unggul dan terpuji. Bukan hanya pandai, namun lebih jauh dari itu menjadi pribadi yang mandiri terampil, berpegang kepada kebenaran, serta berguna dan bermanfaat bagi orang lain.
Keberpihakan kepada murid seperti di atas sebenarnya sudah menjadi sifat dasar seorang guru. Mana ada guru yang tidak menginginkan muridnya berhasil, serta menjadi orang yang berguna bagi orang-orang di sekitarnya. Namun tidak semua guru dapat mewujudkan keberpihakan kepada murid dengan langkah -langkah yang tepat sesuai kondisi murid. Karena tidak didukung dengan teori-teori dan contoh yang dapat diduplikasi.
Di dalam program pendidikan calon guru penggerak, keberpihakan kepada murid merupakan materi penting yang wajib dipelajari. Baik belajar secara mandiri melalui LMS maupun belajar dari pengalaman orang lain melalui diskusi dan pemaparan. Materi yang disajikan disertai teori dan contoh -contoh yang saat ditiru.