Kegiatan praktik yang dilakukan anak-anak kelas 6 SD Negeri 2 Beji yang sudah saya sampaikan sebelumnya merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh dua kelompok kecil. Masih ada satu kelompok lagi dengan jumlah anggota lebih besar yaitu sebanyak 6 melakukan aktifitas yang berbeda.
Pada diskusi sebelumnya dalam membuat kesepakatan mengenai apa dan bagaimana serta dimana kegiatan akan dilaksanakan, dilakukan identifikasi keadaan. Dari 12 anak, ketika diajukan pertanyaan mengenai motivasi apa yang mendasari usulan anak-anak ingin melakukan praktik penjualan. 6 anak menjawab dengan nada yang hampir sama yaitu mereka ingin memiliki pengalaman dan merasakan langsung aktifitas menjual barang/produk seperti yang dilakukan oleh para pedagang.
Tidak sampai disitu, proses mengupas bawang dilanjutkan. Setelah pertanyaan pertama mendapatkan jawaban, diajukan pertanyaan kedua yang lebih dalam dan mensyaratkan kejujuran. Karena jika salah dalam memberikan informasi kemudian dijadikan dasar membuat keputusan, mungkin keputusan yang diambil mengakibatkan kerugian baik secara materiil maupun bukan materiil.
Pertanyaan yang diajukan adalah, "Kenapa kamu ingin melaksanakan praktik praktik menjual". "Apa yang membuat kamu yakin bahwa kamu memenuhi syarat untuk melakukan itu?". "Kemampuan apa yang menurutmu merupakan modal untuk melakukan aktifitas yang lebih komplek." Beberapa pertanyaan diajukan sekaligus secara memberondong, tujuannya untuk mendapatkan gambaran mental yang dimiliki anak-anak, ketika nanti berhadapan dengan calon pembeli. Bukan jawaban banyak, namun jawaban yang syarat dengan makna untuk dijadikan dasar mengambil keputusan.
Setiap anak menjawab dengan satu kalimat pernyataan. Seseorang menjawab dengan nada tenang, "Karena saya bisa membuat produk makan". Mendengar pernyataan yang cukup menarik untuk ukuran anak kelas 6, tanpa menunda waktu pertanyaan berikutnya dilancarkan. "Produk apa yang pernah dan kamu bisa membuatnya?" Masih anak yang sama, ia menjawab dengan tenang namun cukup tegas, "Saya bisa membuat roti, pisang cokelat, kentang goreng".
Selesai satu anak memberi gambaran apa yang bisa ia lakukan, satu anak yang lain menyahut dengan pernyataan, "Saya bisa membuat roti". Diikuti anak di sebelahnya bertutur dengan nada yang hampir sama. Tak lama berselang kelas menjadi diam. Kudekati satu anak yang masih diam. Belum bertutur, hanya tersenyum. Kulempar pertanyaan ke arahnya, "Apakah kamu pernah membuat roti?" Ia pun menjawab, "Kalau membuat roti belum pernah, tapi saya sering membantu memasak". Hal senada dilontarkan anak-anak putra dari kelompok tersebut.
Kolaborasi
Untuk melakukan praktik memasak tidaklah semua harus pandai memasak. Salam sebuah tim yang dibutuhkan kolaborasi. Dengan kolaborasi pekerjaan yang sulit menjadi mudah, yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Dengan adanya peserta yang bisa membuat produk berupa makanan sekaligus tersedianya peserta yang sanggup membantu dalam menghasilkan produk menjadi alasan untuk membuat kesepakatan bersama diadakannya kegiatan praktik membuat produk makanan. Adanya produk berarti ada barang yang dapat dijual.
Diskusi dilanjutkan. Kini lebih rinci lagi. Bagaimana cara kerjanya? Dari mana bahan baku didapat? Dimana proses produksi akan dilakukan? Selanjutnya kapan dan dimana produk akan dijajakan/dijual. Mengenai proses diskusi tidak saya sampaikan secara luas agar tulisan tidak terlalu panjang.
Alhasil dalam diskusi disepakati bahwa penjualan produk akan dilaksanakan Sabtu, 10 Desember 2022. Produk dibuat satu hari sebelumnya di rumah yang dekat dengan sekolah. Proses pembuatan produk dilakukan siang hari dan direkam dengan kamera telepon seluler. Laporan disusun setelah selesai proses penjualan dalam bentuk slide menggunakan aplikasi Canva.
Laporan praktik menggunakan Canva merupakan yang pertama setelah anak-anak dikenalkan dengan aplikasi tersebut beberapa hari sebelumnya.
Mandiri dan bertanggung jawab
Kegiatan praktik membuat dan menjual produk olahan makana mensyaratkan aktif dalam menyiapkan peralatan dan bahan baku. Dengan sendirinya melatih anak-anak mandiri dan bertanggung jawab.
Begitu pula dalam proses menjual. Hal ihwal berhubungan kegiatan tersebut disiapkan secara mandiri dan kolaborasi oleh peserta dengan mempertimbangkan kemudahan dan kesederhanaan. Guru hanya memantau dan mengawasi aktifitas peserta dan mengkondisikan calon pembeli agar tidak berebut mendapat pelayanan.
Hasilnya bagaimana, apakah menguntungkan?
Diluar dugaan, sekaligus menggembirakan karena dari pantauan diperoleh informasi pada laporan berdasarkan analisis usaha bahwa kegiatan memproduksi dan menjual olahan makanan menghasilkan keuntungan. Meski tidak banyak namun menggerakkan, karena menunjukkan anak cakap dalam melakukan aktifitas wirausaha. Yang penting kompetensi, bukan berapa hasil.
Kiranya sampai disini dulu cerita praktik menjual di sekolah, semoga menginspirasi teman-teman. Saya yakin teman-teman dapat melakukan yang lebih baik lagi, atau bahkan sudah ada yang melakukan. Kritik dan saran silakan ditulis pada kolom komentar.